Al-Azhar Gudang Bukan Gubuk
Al-Azhar merupakan sebuah benteng keilmuan Islam Tempat para anak-anak bangsa menuntut ilmu dari pelbagai penjuru dunia. Karena tingginya kedudukan al-Azhar di mata ummat islam, tidak berlebihan kalau orang-orang menyebutnya dengan istilah “Qiblatul Ilmi” dan “Gudang” dari segala macam ilmu pengetahuan bukan hanya sebuah gubuk kecil yang dangkal dengan isi. Sejarah mencatat betapa besarnya peran al-Azhar dalam menjaga kemurnian ilmu-ilmu Islam, bahkan tidak hanya terbatas dalam bidang science saja, namun juga memasuki lini-lini kehidupan lainnya, seperti dimensi sosial dan politik.
Universitas al-Azhar didirikan bersamaan dengan masuknya kekuasaan Fathimiyah di Kairo. Pembangunan Universitas al-Azhar memakan waktu kurang lebih dua tahun, yang kemudian dibuka resmi oleh Jauhar ash-Shiqili (seorang panglima perang daulah fatimiyah) dengan shalat jum’at bersama tepatnya pada tanggal 7 Ramadhan 361 H / 21 Juni 972 M. Sedangkan al-Mu’iz Lidinillah baru datang dari Maroko memasuki Kairo setahun kemudian setelah dibukanya Universitas al-Azhar secara resmi. Sebagaimana tradisi ketika suatu kota dibuka dan ingin mendirikan sebuah universitas, maka nama universitas tersebut diambil dari nama kota yang dimana ia berdiri. Begitu juga al-Azhar, nama universitas ini pernama dinamakan Universitas al-Qahirah, karena posisinya berada di kota Kairo. Konon ketika Jauhar ash-Shiqili menduduki kota lalu memberinya nama al-Manshuriyah, kemudian saat al-Mu’iz Lidinillah datang dan beliau mengubah nama tersebut menjadi al-Qahirah, namun ada riwayat lain yang mengatakan bahwa yang menamakan al-Qahirah adalah Jauhar ash-Shiqili. Yang jelas Universitas al-Azhar dikenal dengan nama Universitas al-Qahirah pada awal kekuasaan Fathimiyah di Mesir. Akan tetapi karena semakin banyaknya universitas lain yang dibangun, maka digantilah namanya dengan sebutan Universitas al-Azhar yang kita kenal sampai sekarang ini.
Al-Azhar mempunyai penghargaan tersendiri dari para Khalifah Fathimiyah, mereka ingin menjadikan markaz penyebaran faham Syi’ah. Diriwayatkan suatu ketika Abu Faraj Ya’qub Ibnu Kals (menteri Mu’iz Lidinillah yang kemidian menjadi menterinya al-Aziz) mengusulkan kepada al-Aziz untuk mengumpulkan para Fuqoha’ dan mengkajinya guna mengadakan pertemuan dan pengajaran di Universitas al-Azhar. Ahirnya Aziz menerima usulan tersebut dan memilih tiga puluh orang Fuqoha’ untuk mengajar di Universitas al-Azhar serta membangunkan rumah untuk mereka di sekitar al-Azhar, maka berawal dari sini lah dimulai pengajaran Universitas al-Azhar tercipta.
Dalam kemelutnya dunia keilmuan, al-Azhar merupakan Universitas tertua di Dunia, karena Universitas-universitas di Amerika dan Eropa baru didirikan dua abad setelah berdirinya al-Azhar. Universitas Paris misalnya, baru didirika pada abad ke-12 Masehi, begitu juga dengan Universitas Oxford di Inggris, didirikan pada abad ke-13 Masehi, demikian juga Universitas-universitas Eropa lainnya. Adapun Universitas yang mengimbangi al-Azhar dari segi sejarah adalah Unversitas al-Qarawain di Kota Fas, Maroko. Bahkan ada yang berpendapat bahwa Uversitas al-Qarawain lah yang merupakan Unversitas tertua di Dunia, dikarenakan pengajarannya sudah dimulai sejak didirikannya pada tahun 245 H / 459 M yang sampai sekarang masih tetap eksis. Kalaupun Universitas al-Qarawain merupakan yang tertua di Dunia, al-Azhar adalah merupakan Universitas pertama yang para pengajarnya didanai oleh Negara.
Dalam kekuasaan daulah Fathimiyah Universitas al-Azhar mengalami beberapa kali renovasi, seperti pada masa al-Hakim Biamrillah, al-Mustansir Billah dan al-Hafiz Lidinillah. Terlihat hingga sekarang hasil renovasi yang dilakukan oleh al-Hafiz Lidinillah dengan peninggalan Qubah yang dihiasi dengan ayat-ayat al-Qur’an dengan khat kufi dan bermacam-macam hiasan yang indah.
Kekuasaan Fathimiyah berakhir dengan meninggalnya Khalifah al-Adhin tahun 576 H / 12 September 1171 M yang kemudian Shalahuddin al-Ayyubi ( Wazirnya) memegang tampuk kekuasaan Mesir. Dimulai dari sini lah berakhirnya kekuasaan Fathimiyah di Mesir dan keluarga al-Ayyubiyyin mulai berkuasa. Perubahan yang terjadi di Universitas al-Azhar disaat beliau menjabat yaitu mazhab Syi’ah dihapuskan dari al-Azhar juga Mesir secara umum dan diganti dengan mazhab Sunni. Dalam rangka menghilangkan syiar-syiar syiah, Shalahuddin mengikuti fatwa Qadhi nya yang bermazhab Syafi’i. Maka pada ketika itu juga lah tidak diperbolehkannya berkhutbah dalam shalat jum’at di dua Mesjid pada satu kota, sehingga khutbah shalat jum’at tidak lagi diadakan di Universitas al-Azhar, karna sudah diadakan di Universitas al-Anwar. Karena fatwa ini Universitas al-Azhar tidak dipakai shalat jum’at selama kurang lebih seratus tahun, dan baru dipakai lagi ketika masa Sultan al-Dzahir Barbers (masa Mamalik di Mesir). Namun pada masa Shalahuddin itu Universitas al-Azhar tetap digunakan sebagai tempat pengajaran oleh para ulama’. Seperti Ibnu al-Faridh, Abdul Lathif al-Baghdadi dan ulama-ulama lainya. Pengajaran tersebut bahkan tidak hanya terfokus dalam ilmu-ilmu agama saja, tapi juga meliputi Ilmu Kedokteran, Perdagangan, Tehnik, Pertanian, Farmasi dan lainnya yang sampai saat ini masih dapat kita temui dan semakin berkembang. Wallahu a’lam…