” Ramadhan ” oleh Aziz Kurniawan
Setiap tahun ada bulan dimana umat islam berpuasa satu bulan penuh. Ini merupakan kewajiban yang sudah menjadi rutinitas tahunan bagi mereka yang taat. Puasa ini bukan haya sekedar menjalankan perintah Allah SWT, tapi juga dibalik itu semua ada korelasi yang memberikan efek positif bagi orang yang berpuasa, mulai dari ganjaran, kesehatan, perekonomian dan sebagai nya.
Agak nya sudah sangat tidak asing lagi pembahasan mengenai ganjaran ganjaran di bulan ini, mengingat begitu banyak nya pendai’-pendai’ kita yang selalu menjelaskan sisi ini disetiap moment dalam ramadhan. Maka di sini saya ingin mencoba menyentuh sisi bahwa ramadhan adalah sebuah proses pembelajaran, pengendalian dan pelampiasan pada ruang dan waktu yang tepat, sehingga output dari hasil proses itu adalah me”ramadhan”kan hati dan akal pikiran di setiap saat, baik itu di luar atau di dalam bulan ramadhan itu sendiri.
Memang tidak dapat dinafikan bahwa pelipat gandaan pahala setiap amal di bulan yang mulia ini sangat diyakini khusus nya oleh umat islam, bukti itu sema dapat kita lihat kesungguhan dan keuletan mereka dalam ibadah tidak seperti hari biasa nya, bahkan ada yang tidak sama sekali membaca Al quran begitu memasuki bulan ini, paling tidak minimal mempunyai target untuk menghatamkan nya walu pada kenyataan berbicara sebalik nya. Tapi kita sebagai umat yang berperadaban dan beretika tinggi sebagai mana ajaran esensi keislaman, hendak nya kita tidak berhenti pada ritual ritual fisik itu yang sifat nya hanya vartikal tapi kita perlu menciptakan produk produk sosial horizontal, sehingga akumulasi dua hal tersebut dalam bingkai jiwa keramadhanan itulah yang akan menciptakan manusia-manusia paripurna.
Ramadhan adalah madrasah. Ya, madrasah bagi siapapun untuk berlatih pengendalian dan pelampiasan, tidak hanya puasa dari tidak makan dan minum, Tapi hati, akal dan panca indra turut berpuasa dari objek nya yang bukan haram saja, tapi paling tidak menjaga indra itu dari hal yang menabrak etika yang tidak pantas kita lakukan sebagai manusia. Di dalam madrasah ada ujian untuk kenaikan tingkat, untuk supaya kenaikan tingkat itu maka diperlukan nilai yang bagus. Kita sering tertipu oleh angka, sehingga tidak bisa membedakan antara angka dan nilai, tentu makna filosofis dua istilah tersebut sangat berbeda, dimana angka adalah sebuah goresan atau suatu yang digunakan untuk perhitungan sedangkan nilai adalah substansi harga yang tidak mampu di-harga-i, nilai tidak pernah berkurang, yang berkurang adalah angka. Maka di bulan ramadhan ini kita selalu berusaha mencari nilai nilai baru untuk meningkatkan kualitas kita sebagai hamba dalam mengabdi pada tuhan nya.
Madrasah atau pesantren dalam istilah keindonesian, bukan hanya tempat tadris (pembelajaran) tapi juga ta’dib dan tarbiyyah (pendidikan). Dalam ramdhan umat islam dididik mengendalikan nafsu dan melampiaskan nya secara proporsional dan profesional.
Biasa nya di indonesia begitu menjelang adzan subuh kira kira sepuluh menitan sebelum itu, di masjid masjid selalu ada peringatan imsak yang dikumandagkan lewat corong corong nya dan mayoritas orang menganggap itu adalah tenger (tanda) mulai nya start puasa, kalau kita berbicara ini sebagai formalitas dan antisipasi no porblem, tapi yang ingin kita representasikan adalah substansi dan esensi ma’na imsak itu sendiri sebagai ma’na yang sangat universal, Bahwa imsak adalah menahan. Ya,menahan dari apa saja yang membatalkan puasa, bahkan kalau bisa dan harus bisa dari yang tidak membatalkan puasa sekalipun. Sebagaimna sabda rasul “batapa banyak orang berpuasa tapi tidak mendapatkan apa apa kecuali hanya lapar dan haus”. Sampai titik ini dapat kita pahami bahwa puasa bisa menjadi sia sia walaupun tidak batal. Di sinilah perlu nya kita memahami bahwa imsak itu menahan diri untuk tidak makan dan minum dari subuh sampai datang waktu magrib, menahan hati dan pikiran untuk tidak iri dengki, mengeluh dan berburuk sangka pada orang lain, menahan mata untuk tidak memandang yang bukan hak nya, menahan mulut untuk tidak membicarakan keburukan orang lain dan menahan apa saja untuk tidak mengambil yang bukan hak nya. Inilah sikap ketepatan atau persisi yang timbul setelah pengendalian atau imsak itu, dan alangkah begitu indah dan damai nya kehidupan ini jika buah dari sifat sifat ramadhan ini terealisasikan pada individu individu semua umat. Sebagaimana yang dikatakan martin biber “tidaklah kebahagian suatu umat dengan banyak nya harta, indah nya gedung gedung, kuat nya sistem negara, tapi kebahagiaan itu terletak pada generasi generasi nya yang berbudaya, pemuda pemuda nya yang indah perangai nya dan terpancar mata hati nya dan konsisten budi pekerti nya, pada merekalah kebahagiaan yang sesungguh nya.
Termasuk rukun islam adalah puasa ramadhan. Allah mewajibkan puasa bukan sekedar mewajibkan saja, tentu ada sisi sisi dimana kita tidak menyadari tentang sir yang ada di dalam nya, mengingat begitu bayak nya faidah faidah dari puasa itu sendiri. Kalau anda ingin menikah tetepi tidak mampu maka rasul memerintahkan untuk berpuasa, bahkan kalau anda ingin beroprasi di rumah sakit biasa nya dokter meminta anda untuk berpuasa terlebih dahulu. Ini menunjukan bahwa persyaratan untuk sampai pada kebahagian dan keindahan adalah puasa. Bisa kita lihat contoh bahwa kenikmatan makan dan minum akan jauh terasa nikmat jika anda makan dalam keadaan lapar, apa guna nya deretan makanan papan atas, jika anda dalam keaadaan yang sangat kenyang. atau jika anda perokok berat, lalu puasa seminggu dari rokok maka daya rangsang anda semakin tinggi dan nikmat ketika menghisap nya di hari kedelapan, apalagi dikolaborasikan dengan kopi hitam yang kental agak pahit, tentu akan semakin menjadi jadi. Sama seperti anda yang pecinta tempoyak asam durian, begitu berbulan bulan jangankan memakan, mendengarkan nama nya pun sudah sangat jarang, kemudian disuguhkan kepada anda, maka yang terjadi anda akan tenggelam dalam kenikmatan rasa asam durian itu. maka di situlah sisi keindahan dan kebahagiaan.
Raulullah SAW setiap hari nya selalu berpuasa. Puasa dalam artian menahan dan melampiaskan secara proporsional. Beliau mengatakan “kita adalah suatu kaum yang tidak makan kecuali dalam keadaan lapar, dan apabila kita makan tidak sampai kenyang”, berbeda dengan mayoritas kita ketika dalam pelampiasan selalu menggunakan kaidah “wa idza akalna nambah”. Hadis rasul di atas menggunakan kata “kaum”, sedangkan kita sebagai pengikut nya tentu harus mengikuti rekam jejak beliau dalam keseharian agar termasuk segelintir orang dari banyak nya kaum nya. Sama hal nya seperti Nabi Zakariya yang puasa dari bicara, ini merupakan upaya agar jangan sampai berbicara hal hal yang tidak penting sekalipun boleh untuk dibicarakan, puasa nya Nabi Zakariya itu pasti ada desain atau ada gol terhadap dimensi dimensi yang berbda. Orang yang puasa berbicara itu sebenar nya ia melakukan perombakan yang luar biasa dalam fikiran dan hati nya, sehingga ia terlatih untuk tidak mengeluarkan satu kata sebelum matang perhitungan nya untuk diucapkan pada mement dan responden tertentu. Dan kalau perhitungan itu tidak dengan prinsip puasa maka yang terjadi seperti zaman sekarang ini, di mana orang berbicara semau nya, menulis semau nya, sehingga yang terjadi inflasi informasi, inflasi fisikologis, setres dan sebagai nya.
Berpuasa itu kalau kita kembangkan sebagai ilmu dan keperluan untuk menata prilaku kehidupan, tidak hanya individu tapi termasuk juga sosialitas, institusi, perusahaan , kenegaraan dan seterus nya, itu bisa kita simulasikan atau animasikan dalam konteks bahwa puasa itu tidak hanya urusan mulut tapi juga urusan mata, telinga. Jadi kita dengan ramadhan terus menerus setiap tahun satu kali itu sebenarnya kursus kilat sebulan untuk meningkatkan kemampuan kita seberapa banyak kita harus mendengar dan seberapa banyak kita sebaik nya bicara, apa sih yang perlu kita lihat dan apa sih yang tidak perlu dilihat, berapa persen mata kita ini kita atur dengan prinsip puasa.
Dalam hidup ini kita punya ruang untuk bercinta secara pribadi dengan istri, suami, anak, teman dan sebagainya. Nah puasa adalah satu peluang yang luar biasa dimana seorang individu mempunyai peluang untuk bercinta dengan Allah SWT, Anda tinggal mencari cara pandang untuk menemukan dan menghayati betapa dahsat dan beruntung nya kita mendapatkan peluang untuk bercinta secara pribadi dengan Allah SWT. Kenapa bercinta secara pribadi?, Allah SWT mengatakan: “puasa itu milikku dan aku yang akan menyediakan balasan untuk orang yang bercinta denganku”. Karena memang tidak mungkin puasa itu tidak privat, karena tidak seorangpun tahu kita berpuasa atu tidak, kita bisa curi curi minum di tempat tersembunyi, kita juga tidak bisa mengawasi orang di sekeliling kita bahkan ,kita juga bisa berbuka puasa dengan orang orang yang kita tidak bisa chek mereka berpuasa atau tidak. Oleh karena itu, ini benar benar sebuah ruang dimana kita berhadapan langsung secara pribadi dengan Allah SWT dan tingggal anda mempunyai ilmu atau tidak untuk memanfaatkan itu semua. Kalau percintaan suami istri itu ada take and give fifty fifty tapi kalau dengan Allah kan tidak mungkin fifty fifty, pasti anda hanya akan memberi paling banyak sepuluh persen tetapi Allah yang lebih memiliki kekayaan dan keluasan ruang untuk memberi kita sembilan puluh persen. Jadi barangsiapa yang tidak memanfaatkan peluang percintaan pribadi dengan Allah ini, dia harus mengulan cara berpikir hidup nya kembali.
Maka sekolah ramadhan ini kalau kita lulus sebagai wisudawan yang bukan hanya kuantitas nya saja tapi dengan kualitas dan kuantitas keramadhanan, maka ke depan nya kita bukan hanya menjadi manusia-manusia yang saleh ritual nya tapi demikian juga saleh sosial nya.