Ekuilibrium IMTAQ Dengan IPTEK
Di era modern ini, banyak bermunculan hal-hal baru dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Seiring bertambahnya usia bumi, menyingkatnya masa ketahanan matahari, ilmu pengetahuan dan teknologi terus-menerus berkembang bagaikan semut yang mengejar manisan. Tantangan zaman pun berubah secara drastis, membentuk gradien yang begitu curam. Sehingga, banyak hal yang perlu diselami terutama di sektor ilmu pengetahuan. Tantangan zaman yang menuntut kesetimbangan antara ilmu agama dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, di mana ilmu agama telah sempurna sedangkan ilmu pengetahuan dan teknologi terus menyempurnakan diri.
Pada hakikatnya, ilmu pengetahuan sacara keseluruhan terbagi menjadi 4 macam:
1. Ilmu pengetahuan alam;
2. Ilmu pengetahuan bukan alam;
3. Ilmu pengetahuan sosial;
4. Ilmu pengetahuan syar’i (agama).
Dan esensi IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi) adalah ilmu pengetahuan selain ilmu agama. Sedangkan esensi IMTAQ (iman dan taqwa) adalah buah dari ilmu pengetahuan agama.
Dengan tantangan zaman yang menuntut kesetimbangan IMTAQ dengan IPTEK, maka ilmu pengetahuan agama harus bisa dilinierkan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jika tak linier, tentu ada kesenjangan pemahaman yang harus segara diisi. Pada esensinya, ilmu agama dan ilmu pengetahuan dan teknologi itu seinduk, yaitu ilmu pengetahuan. Abad ke-21 benar-benar memiliki tantangan luar biasa dalam proses mensejalurkan antara ilmu agama dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena banyaknya disparitas antara keduanya yang dimunculkan kaum non-agamis.
Ilmu pengetahuan agama tentu saja tidak akan pernah berubah karena telah sempurna dan fundamental. Berbeda halnya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kian hari kian meyempurnakan diri. Namun, sayangnya segelintir orang yang terlalu naif dengan ilmu yang telah sempurna (agama) sehingga banyak terjadinya kesalahpahaman yang berakibat timbulnya banyak ambiguitas yang tidak diinginkan. Oleh karna itu, ada para terdidik yang harus bertanggung jawab akan pembenaran pemahaman ini, dan Al-Azhar berdiri sebagai benteng penghalang ambiguitas dalam Islam dengan memberikan kejelasan yang eksplisit maupun implisit.
Dari semua sektor ilmu pengetahuan di era modern ini, masih banyak yang harus diselami. Ketika kita mengedepankan ilmu pengetahuan agama, maka ada banyak perbincangan panjang yang tujuan utamanya adalah Allah SWT, begitupun dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, banyak perbincangan yang juga kembali kepada Allah SWT. Karena bagaimanapun, semua ilmu pengetahuan hakikatnya bersumber dari Sang Pencipta dan akan berujung pada Sang Pencipta.
Al-Azhar sebagai forum raksasa, pembawa risalah Islam yang berasaskan asy-’ariyul aqidah, shufiyut tawajjuhi, tentunya akan mampu menghadapi tantangan zaman dalam mencapai keseimbangan antara IMTAQ dengan IPTEK. IMTAQ sebagai luminositas dari hati manusia yang memiliki andil penting dalam kehidupan, dan IPTEK sebagai radiasi yang harus dihadapi sebaik mungkin agar bisa dimanfaatkan dengan akurat. Kesempurnaan ilmu pengetahuan agama harus didalami dengan tepat, karena kesempurnaan itu akan menghasilkan iman dan takwa yang baik. Karenanya, Al-Azhar sebagai penghasil muslim yang mengetahui kesempurnaan agama harus dapat mensejalurkan ilmu pengetahuan agama dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, agar ekuilibrium (kesetimbangan) IMTAQ dengan IPTEK dapat tercapai.
Salah satu figur yang dekat dan secara langsung bisa kita cermati melekatnya ekuilibrium IMTAQ dan IPTEK dengan dirinya ialah presiden ke-3 RI yang disebut dengan sebuah istilah yang melekat pada dirinya, “Berotakkan Jerman, berhatikan Makkah”.
Ditulis oleh Frendky Saputra