Perhatian Wanita Terhadap Ilmu di Era Kenabian
Penulis: Prof. Dr. Nazhir Muhammad ‘Ayyad
Mufti Agung Mesir
Penerjemah: Muhammad Reza Hidayatullah
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Pemberi ganjaran yang baik bagi orang-orang yang bertakwa dan tidak ada (lagi) permusuhan kecuali terhadap orang orang yang zalim. Selawat serta salam senantiasa saya curahkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW. Begitu pula kepada seluruh keluarga dan para sahabatnya.
Islam telah memperhatikan perempuan dengan perhatian yang intensif. Perhatian seperti itu tidak kita temukan baik dalam syariat samawi terdahulu maupun di dalam social kemanusiaan-berupa kesepakatan bersama dan dijadikan sebagai undang-undang. Siapa saja yang ingin mengetahui hakikat ini, maka cukup baginya membuka lembaran ayat-ayat Al-Qur an dan hadis-hadis Nabi SAW yang mulia.
Al-Our an telah memaparkan banyak tentang urusan perempuan lebih dari sepuluh surat, di antaranya dua surah yang pertama dikenal dengan surah An-Nisa Al-kubra, dan kedua surah An-Nisa As-Shughra, yakni surah An-Nisa dan At-Talaq, sebagaimana ia juga memaparkan beberapa hak-hak yang bersangkutan di beberapa surah, di antara nya: Al-Baqarah, Al-Maidah, An-Nur, Al-Ahzab, Al-Mujadalah, Al-Mumtahanah, dan At-Tahrim.
Adapun dari sunah, apa yang dikatakan oleh Nabi SAW dan juga dilakukannya menjelaskan kepada kita secara gamblang akan kepedulian terhadap perempuan, dan penempatan perempuan di tempat yang layak baginya dan sejalan dengan tabiatnya.
Maka tidak heran apabila kita menemukan perempuan muslim berkarir pada zaman Nabi yang berada di puncak karirnya, dan menempati kedudukan yang tinggi. Hal itu dapat dilihat dari partisipasinya dalam bermasyarakat, pendidikan, dan intelektual. Bahkan perempuan juga ikut andil dalam pembangunan suatu negara, membentuk jati diri suatu bangsa dan juga menjaga prinsip-prinsip penting agama. Tidaklah ia sampai ke taraf tersebut kecuali dengan petunjuk syariat agama yang amat bijaksana yang tertulis di dalam Kitab Allah dan sunah Rasulullah SAW. Salah satu peran yang paling menonjol pada perempuan di era kenabian ialah dalam segi ilmiah, yang mana telah kita rasakan dampaknya sampai hari ini. Bahkan dampak tersebut telah tersebar ke penjuru dunia, yang mana buahnya tampak matang dan berbunga serta berbuah dengan izin Tuhannya. Hasil dari tarbiah ilmiah nabawi adalah tauladan yang mulia, hal ini tidak bisa ditemukan padanannya. Sebuah gambaran yang amat cerah, sulit tertutupi sinarnya, serta contoh yang baik untuk dijadikan petunjuk dan teladan, di zaman yang mana anak panah ditujukan untuk mengasingkan seorang perempuan yang suci. Lalu bertambah kuat pula serangan untuk mengubah identitas aslinya, dan bertambah banyaknya orang-orang yang ragu akan hal itu.
Di dalam hadis nabi beliau bersabda:”Menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban bagi setiap muslim.” Al-Hafiz Al-Sakhawi mengomentari hadis ini, ia berkata: “Beberapa perawi telah melampirkan hadis ini ke akhir kalimatnya dengan tambahan: (dan Muslimah). Di dalam jalur hadisnya tidak disebutkan (dan Muslimah) walaupun itu benar.”
Imam Ibn Hazm RA. pun mengatakan bahwa nabi SAW berkata: “Perempuan wajib bergerak untuk belajar agar paham akan agamanya, sebagaimana kewajibannya bagi lak-laki. Mereka semua juga wajib untuk mengetahui hukum dalam hal bersuci, salat, puasa, dan apa-apa yang boleh dan juga dilarang dalam hal makan minum serta untuk mengetahui perkataan dan perbuatan, baik untuk diri sendiri maupun kepada seorang yang mengajari mereka.”
Untuk lebih menegaskan perhatian terhadap perempuan di sisi ini, guru kami Abu Musa Al-Asyari menyampaikan kepada kami sebuah hadis lain Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa perempuan, yang mempunyai anak lalu mengajari nya dengan sebaik-baik nya serta memperbaiki akhlaknya dengan sebaik-baik akhlak. Kemudian melepaskan nya dan menikahkan nya, maka bagi nya dua pahala. Barang siapa dari ahli kitab dan beriman kepada nabinya juga beriman kepadaku, maka bagi nya dua pahala. Barang siapa yang menjadi budak dan menunaikan tugas dari tuannya dan perintah dari Rabb-nya, maka bagi nya dua pahala.”
Dalam perkara yang lain, Nabi SAW mengatakan perlunya seorang perempuan mempelajari apa yang bermanfaat baginya dan juga anak-anaknya, di dalam hadis disebutkan bahwa As-Syifa binti Abdul Wahab berkata Rasulullah SAW datang kepadaku dan aku sedang bersama Hafsah, lalu ia (Rasul) berkata: “Apakah kau tidak mengajarinya (Hafsah) rukiyah untuk mengobati penyakit ‘namlah’ sebagaimana engkau mengajarkannya menulis.”
Tersebab pentingnya konteks ini, kami mendapatkan perhatian besar dari perempuan muslim terhadap ilmu dan keinginan untuk menuntutnya. Ditegaskan juga dengan apa yang diriwayatkan Abu Said Al-Hudri RA ia berkata bahwa ada seorang perempuan yang berkata kepada Nabi SAW: “Kami telah mengalahkan kalian para lelaki, buatlah hari untuk kalian sendiri, maka ia berjanji pada mereka suatu hari nanti ketika ia bertemu dengan mereka, ia berkhotbah kepada mereka dan memerintahkannya.” Lalu Rasul SAW berkata kepada mereka: “Tidak seorang pun di antara kalian yang maju dengan tiga anak nya, kecuali ia di lindungi dari api neraka,” dan mereka berkata: “Bagaimana dengan dua?” ia menjawab: “Dan juga dua.”
Sayyidah Aisyah RA.-salah satu mujtahid perempuan yang memberi pendapatya di dalam usul fikih dan di dalam risalah buku. la bisa membacanya dengan baik yang mana tidak ada seorang pun yang mengetahuinya kecuali beberapa dari para sahabat Rasul SAW. Dan ia banyak memahami dan mengamati para sahabat, dan jika mereka mengetahui itu, mereka akan kembali kepada apa yang dikatakannya.
Sungguh dahulu para istri Nabi SAW bersama-sama membantu Aisyah RA dalam penyebaran ilmu serta penambahan wawasan agama kepada kaum muslim. Ini menegaskan bahwa perempuan muslim telah mendalami ilmu sejak Allah SWT memuliakannya dengan datangnya Islam, dan banyaknya pendapat yang disandarkan kepada mereka dalam permasalahan Tafsir, Fikih, dan Hadis menguatkan hal yang demikian itu.
Kemudian apakah kita menemukan siapa yang lebih amanah dari pada seorang Ali bin Abi Thalib, la adalah seorang alim yang terhormat, yang tidak seorang pun melebihi ilmu dan kebijaksanaannya di dunia ini. Dan kedekatannya kepada Rasul SAW serta kekerabatannya. Dimana ia juga pernah menerima Hadis dari pelayan Rasul SAW-yang telah menemani Rasul selama ini, ia adalah Maimunah binti Said. Lantas bagaimana dengan yang derajatnya tidak seperti Sayidina Ali RA?